Senin, 10 April 2017

Makalah Tujuan Tasybih, Tasybih Maqlub, Pengaruh Tasybih bagi Orang Arab dan Ahli Bahasa



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Mengenal Balaghah berarti mengenal kehidupan bangsa Arab serta mengetahui mutu peradaban dan kemajuan akal orang-orang Arab yang kemudian dilanjutkan oleh Islam. Karena Balaghah adalah seni keindahan bahasa Arab, sebagaimana juga bangsa lain yang mempunyai seni keindahan dalam bahasa mereka.
Dalam kesempatan kali ini, kami akan menyajikan ilmu Balaghah mengenai tasybih, tasybih adala ilmu yang didalamnya terdapat penjelasan dan perumpamaan. Tasybih merupakan langkah awal untuk menjelaskan suatu makan dan sarana untuk menjelaskan sifat. Dengan tasybih, meka kita dapat menambah ketinggian makna dan kejelasannya serta juga dapat membuat makna tampak lebih indah dan bermutu.
Maka dari itu kami mebahas tentang tasybih pada makalah ini, agar mahasiswa khususnya dan umumnya bagi para pembaca mampu mengetahui dan mempunyai pengetahuan tentang tasybih serta mampu mengetahui dan mempunyai pengetahuan tentang tasybih, dan dapat mengucapkan ungkapan Bahasa Arab dengan indah.

B.     Rumusan Masalah
1.    Apa maksud dan tujuan tasybih?
2.    Apa itu tasybih maqlub?
3.    Apa pengaruh balaghah tasybih bagi orang Arab dan ahli bahasa berikutnya?

C.    Tujuan
1.    Mengetahui  maksud dan tujuan tasybih.
2.    Mengetahui apa itu tasybih maqlub beserta contohnya.
3.    Mengetahui  pengaruh balaghah tasybih bagi orang Arab dan ahli bahasa berikutnya.







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Maksud dan Tujuan Tasybih
a.    Al-Buhturi berkata :


Ia dekat dengan orang-orang yang membutuhkannya, namun ia jauh dengan orang-orang yang setaraf dengannya dalam kebajikan dan kemuliaannya. Bagaikan bulan yang sangat tinggi, namun cahayanya sangat dekat bagi orang-orang yang menempuh perjalanan di malam hari.
Penjelasan :
Dalam kedua bait pertama Al-Buhturi menyifati orang yang dipujinya, bahwa ia sangat dekat dengan orang-orang yang membutuhkannya, namun ia sangat tingi kedudukannya, jauh dengan orang-orang yang setaraf dengannya. Akan tetapi, ketika Al-Buhturi merasa bahwa ia harus menyifati orang yang dipujinya itu dengan dua sifat yang berlawanan, yakni dekat dan jauh, maka ia hendak menunjukan bahwa hal itu dapat terjadi dan tiada kesulitan dalam masalah itu.
Untuk itu, ia menyerupakan orang yang dipujinya itu dengan bulan yang letaknya jauh dari langit, tetapi cahayanya sangat dekat kepada orang-orang yang menempuh perjalanan di waktu malam. Hal ini adalah salah satu tujuan tasybih, yakni menunjukkan kemungkinan suatu hal dapat terjadi pada musyabbah.

b.    An-Nabighah Adz-Dzubyani[1] berkata :

Seakan-akan engkau adalah matahari, sedangkan raja-raja lain adalah bintang-bintangnya. Bila matahari telah terbit, maka tiada satu bintang pun tampak.
Penjelasan :
An-Nabighah menyerupakan orang yang dipujinya dengan matahari dan menyerupakan raja-raja lainnya denga bintang-bintang karena raja yang dipujinya itu mengalahkan semua raja lainnya, seperti matahari yang menyembunyikan bintang-bintang. Jadi, ia ingin menjelaskan kondisi raja yang dipuji dan kondisi raja-raja lainnya. Dengan demikian, penjelasan suatu keadaan juga merupakan salah satu maksud dan tujuan tasybih.

c.    Al-Mutannabi berkata dalam menyifati seekor singa :


Kedua mata singa itu bila dalam kegelapan tidak dapat ditangkap mata kita kecuali disangka sebagai api sekelompok orang yang mendiami daerah itu.
Penjelasan :
Syair Al-Mutanabbi menjelaskan sifat mata singa dalam kegelapan, ia tampak merah menyala sehingga orang yang melihatnya dari kejauhan akan menyangkanya sebagai api yang dinyalakan oleh sekelompok orang yang tengah bermukim. Seandainya Al-Mutanabbi tidak hendak membuat tasybih, maka ia cukup berkata, “Sesungguhnya kedua mata singa itu merah”. Namun, karena ia merasa perlu untuk menghadirkan isi hatinya itu dalam bentuk tasybih, maka ia menjelaskan kadar kebesaran warna merah mata singa tersebut. Jadi menjelaskan gambaran sesuatu adalah salah satu maksud dan tujuan tasybih.

d.   Allah SWT berfirman :

Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatu bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya air itu sampai ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. (QS Ar-Ra’d: 14)
Penjelasan :
Adapun firman Allah adalah menjelaskan keadaan orang yang menyembah berhala yang menyembah tuhan-tuhan mereka yang tidak dapat memenuhi permintaan mereka, dan do’a mereka itu tidak membawa faedah bagi diri mereka. Allah ingin menegaskan hal itu agar dapat diresapi oleh setiap orang, maka dia menyerupakan mereka dengan orang yang membuka kedua telapak tangannya  ke dalam air untuk minum, maka dengan car demikian air tidak akan sampai ke mulut, melainkan akan jatuh kembali melalui sela-sela jari tangannya selama telapak dan jarinya terbuka. Jadi, maksud dan tujuan tasybih dalam ayat di atas untuk menegaskan keadaan musyabbah. Maksud dan tujuan demikian ditempuh manakala musyabbah merupakan hal yang bersifat abstrak, mengingat sesuatu yang abstrak sulit dipahami, tidak sebagaimana hal yang konkret. Maka untuk memudahkan pengertian, diserupakanlah dengan hal yang konkret.


e.    Abul Hasan Al-Anbari [2] berkata dalam menyifati orang yang disalib :


Uluran tanganmu kepada mereka dengan penuh penghormatan adalah seperti uluran tangan kepada mereka dengan beberapa pemberian.
Penjelasan :
Syair Abul Hasan Al-Anbari merupakan kasidah yang sangat masyhur di dunia sastra Arab. Hal ini tiada lain karena menyatakan kebagusan sesuatu yang disepakati oleh seluruh manusia sebagai sesuatu yang jelek dan mengerikan, yakni penyaliban. Ia menyerupakan uluran tangan orang yang disalib ke tiang salib dikelilingi oleh sekelompok manusia dengan uluran tangannya untuk memberikan sesuatu kepada para peminta-minta ketika hidup. Maksud dan tujuan tasybih dalam syair ini adalah memperindah sesuatu. Tujuan tasybih yang demikian sering ditampakkan dalam bentuk pujian, ratapan, keagungan, dan untuk mengundang rasa belas kasihan.

f.     Seorang Arab Badui berkata dalam mencela istrinya:


Ia membuka mulutnya, sebaiknya ia tidak pernah lahir. Bila engkau melihat mulutnya itu, maka engkau akan menduganya sebagai satu pintu neraka yang terbuka.
Penjelasan :
Pada bait terakhir, penyair menyifati istrinya yang sedang marah dan menyakitkan, sehingga ia menyesalkan keberadaannya, dan untuk itu ia berkata laa kaanat (sebaiknya ia tidak pernah lahir). Ia menyerupakan mulut istrinya itu ketika terbuka menghamburkan kemarahannya dengan salah satu pintu neraka. Maksud dan tujuan tasybih dalam syair ini adalah menjelekkan sesuatu. Kebanyakan maksud dan tujuan demikian dipakai untuk mengejek dan menggambarkan hal-hal yang tidak disukai

            Dari contoh dan penjelasan dia atas, dapat kita simpulkan bahwa tasybih mempunyai beberapa maksud dan tujuan, diantaranya :
a.       Menunjukkan kemungkinan suatu hal dapat terjadi pada musyabbah.
b.      Penjelasan suatu keadaan, yakni bila musyabbah sebelum menjadi tasybih belum dikenal sifatnya.
c.       Menjelaskan gambaran sesuatu, yakni bila musyabbah sudah diketahui keadaannya secara global, lalu tasybih didatangkan untuk menjelaskan rincian tentang keadaan itu.
d.      Menegaskan keadaan musyabbah, yakni bila sesuatu yang disandarkan pada musyabbah itu membutuhkan penegasan dan penjelasan dengan contoh.
e.       Memperindah sesuatu
f.       Menjelekkan sesuatu



B.     Tasybih Maqlub (Penyerupaan yang Terbalik)
1.    Pengertian
Tasybih Maqlub adalah menjadikan musyabbah sebagai musyabbah bih dengan mendakwakan bahwa titik keserupaannya lebih kuat dari pada musyabbah.

2.    Contoh-contoh
a.    Muhammad bin Wuhaib Al-Himyari berkata:
Pagi telah muncul, seakan-akan gebyarnya adalah wajah khalifah ketika dipuji.
Penjelasan:
Al-Himyari menyatakan bahwa cemerlangnya gebyar pagi itu menyerupai wajah khalifah ketika mendengar pujian dan sanjungan untuknya. Dari pernyataan ini dapat kita ketahui bahwa tasybih yang dibuat oleh Al-Himyari keluar dari gambaran yang ada di hati kita, yakni bahwa selamanya sesuatu yang diserupakan kepada yang lain yang lebih kuat dalam titik keserupaannya.
Yang sering terdengar adalah bahwa wajah khalifah menyerupai gebyar pagi, sedangkan Al-Himyari menyatakan sebaliknya dengan maksud untuk berlebih-lebihan dan habis-habisan mendakwakan bahwa wajah syibeh lebih kuat pada musyabbah. Tasybih demikian merupakan salah satu keunggulan seni dan keindahan bahasa.

b.    Al-Buhturi berkata:
Seakan-akan cahaya awan di sore hari sampai menjelang pagi itu adalah senyuman Isa ketika mengucapkan janji.
Penjelasan:
       Al-Buhturi menyerupakan cahaya awan yang terus-menerus memantul sepanjang malam dengan senyuman orang yang dipujinya ketika menjanjikan pemberian. Padahal sudah pasti bahwa pantulan cahaya awan itu lebih kuat daripada pantulan cahaya senyuman. Dan yang biasa orang Arab dengar adalah senyuman diserupakan dengan pantulan cahaya awan, sebagaimana kebiasaan para penyair. Akan tetapi, Al-Buhturi menyatakan tasybih yang sebaliknya.
c.    Latihan
Contoh soal:
a.      Seakan-akan angin yang lembut itu adalah akhlaknya.
b.      Seakan-akan kejernihan air itu adalah perangainya.
c.       Seakan-akan terangnya siang itu adalah pelipisnya.
d.      Seakan-akan hamparan bumi yang menghijau itu adalah kebagusan perjalanan hidupnya

Contoh penyelesaian:
No.
Musabbah
Musyabbah Bih
Wajah Syibeh
Jenis Tasybih
1.
2.
3.
4.
Angin lembut
Air
Terangnya siang hari
Terbentangnya bumi yang menghijau
Akhlak-nya
Perangainya
Wajahnya
Kebagusan perjalanan hidupnya

Kelembutan
Kejernihan
Bercahaya
Jejak yang indah
Maqlub
Maqlub
Maqlub
Maqlub

C.    Balaghah Tasybih dan Sebagian Pengaruhnya bagi Orang Arab dan Ahli Bahasa Berikutnya [3]
Balaghah Tasybih muncul bilamana tasybih itu membawa kita dari auatu keadaan kepada keadaan baru yang menyerupainya, atau kepada gambaran serupa yang mempunyai nilai lebih. Bila perpindahan gambaran itu jauh dan jarang terlintas di hati, atau disertai sedikit atau banyak khayalan, maka tasybihnya akan semakin indah dan mengagumkan.
            Bila kau katakan si Fulan menyerupai Zaid dalam ketinggian badannya, atau bumi itu menyerupai bola dalam bentuknya, atau kepulauan Inggris itu menyerupai negara Jepang, maka tasybih-tasybih ini tidak mempunyai nilai balaghah karena keserupaannya jelas dan tidak membutuhkan kesungguhan, kecerdikan, dan keahlian sastra untuk memahaminya, juga karena tidak mengandung daya khayal.
            Tasybih yang demikian digunakan sebagai metode penjelasan dan mempermudah pemahaman tentang sesuatu. Dan tasybih ini sangat banyak digunakan dalam berbagai disiplin ilmu dan seni.
            Namun, bila kita memperhatikan syair Al-Ma’arri berikut dalam menyifati sebuah bintang, maka akan kita temukan keindahan tasybih-nya:


Bintang itu dalam kemerahannya mempercepat kerlipan cahayanya, sebagaimana orang yang dalam puncak kemarahannya mempercepat kedipan dan lirikan matanya.
Karena penyerupaan kedipan bintang dengan kemerahan cahayanya terhadap kecepatan kedipan dan lirikan mata orang yang marah adalah suatu penyerupaan yang sangat jarang terjadi dan tidak akan dibuat kecuali oleh seorang sastrawan.
Contoh lain adalah syair berikut:


Seakan-akan bintang-bintang itu antara kegelapan malam itu adalah beberapa sunah yang bersinar terang menerangi perbuatan bid’ah.
Keindahan tasybih ini berada pada anggapan kita akan pengetahuan dan kecerdikan penyair dalam menyusun tasybih antara dua keadaan yang tidak pernah terlintas dalam hati adanya keserupaan itu, yakni keserupaan keadaan bintang-bintang dalam kegelapan malam dengan keadaan sunah-sunah agama yang sahih yang menyebar terpisah-pisah di antara bid’ah-bid’ah yang baru. Tasybih di atas memiliki daya tarik lain, yakni bahwa penyair mengkhayalkan bahwa sunah-sunah itu bercahaya dengan terang, sedangkan bid’ah itu gelap gulita.
Diantara tasybih yang paling indah adalah pernyataan Al-Mutannabi berikut:


Binasalah diriku jika alu tidak berhenti di tempat-tempat bekas kekasihku itu, sebagaimana seseorang yang bakhil berdiri menyesali kehilangan cincinnya di tanah.
            Al-Mutanabbi mendoakan dirinya akan binasa bila ia tidak berhenti untuk mengenang nostalgianya bersama para penghuni reruntuhan itu di masa silam. Kemudian menggambarkan keadaannya ketika berhenti untuk mengenang nostalgia, maka ia berkata: “Sebagaimana orang yang bakhil berdiri menyesali kehilangan cincinnya di tanah.” Tiada seorang pun yang berkemampuan menggambarkan kepadamu keadaan orang yang bingung, susuah, sedih, dan harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan menundukan kepadanya seperti keadaan orang bakhil kehilangan cincinnya yang mahal.
            Demikian nilai balaghah tasybih dari segi sangat jarangnya dan jauhnya sasaran, serta kadar isinya yang khayali. Adapun balaghah tasybih dari segi bentuk kalimatnya juga berbeda-beda. Tasybih yang paling rendah tingkat balaghahnya adalah tasybih yang disebutkan seluruh unsurnya, karena balaghah tasybih terletak padadakwaan bahwa musyabbah adalah musyabbah bih itu sendiri, sedangkan keberadaan adat tasybih dan wajah syibeh akan menghalangi dakwaan lain. Maka bila dibuang adat-nya atau sejumlah wajah syibehnya, tingkat balaghahnya akan meningkat karena dengan dibuangnya salah satu unsur tersebut akan sedikit memperkuat dakwaan kesatuan musyabbah dengan musyabbah bih. Adapun tasybih yang paling tinggi tingkat balaghahnya adalah tasybih-tasybih baligh. (lihat kembali pembagian tasybih) karena tasybih baligh dibuat atas dasar dakwaan bahwa musyabbah dan musyabbah bih itu hal yang satu.
            Telah menjadi tradisi orang Arab, setelah mereka menyerupakan orang-orang yang dermawan dengan laut dan huajn. Orang yang pemberani diserupakan dengan singa, wajah yang bagus diserupakan dengan matahari dan bulan, orang yang cerdik cendekia dalam menangani segala urusan diserupakan dengan pedang, kedudukan yang tinggi diserupakan dengan bintang, orang penyantun dan teguh pendiriannya diserupakan dengan gunung, harapan-harapan palsu duserupakan dengan mimpi, wajah yang bercahaya diserupakan dengan dinar rambut yang hitam pekat diserupakan dengan malam, air yang bening diserupakan dengan perak, malam diserupakan dengan ombak laut, pasukan tentara diserupakan dengan laut yang pasang, kuda diserupakan dengan angin dan kilat, bintang diserupakan dengan mutiara dan bunga, gigi diserupakan dengan salju dan mutiara, perahu diserupakan dengan gunung, anak-anak sungai diserupakan dengan ular yang melingkar, uban diserupakan dengan siang dan kilauan pedang, bulu putih di dahi kuda diserupakan dengan bulan sabit, penakut diserupakan dengan burung unta dan lalat, orang yang tercela diserupakan dengan musang, orang yang membabi buta diserupakan dengan laron yang mengerumuni cahaya lampu, orang yang hina diserupakan dengan patok, orang yang keras hati diserupakan dengan besi dan batu, orang yang bodoh diserupakan dengan himar, dan orang yang bakhil diserupakan dengan bumi yang tandus.
Banyak tokoh Arab yang dikenal dengan kepribadian yang terpuji, hingga mereka dijadikan tolak ukur dalam penyerupaan sifat-sifat. Oleh karena itu, orang yang tepat janji diserupkan dengsn Samuel [4], orang yang dermawan diserupakan dengan Hatim, orang yang adil diserupakan dengan Umar[5], orang yang penyantun diserupana dengan Al-Ahnaf, orang yang fasih diserupakan dengan Sahban,  orang yang jago pidato diserupakan dengan Quss[6]”, orang yang pemberani diserupakan dengan “Amr ibnu Ma’dikariba”, orang yang bijak diserupakan diseputak Luqman, dan orang yang cerdas diserupakan dengan Luqman, dan orang yang cerdas diserupakan dengan Ilyas.
            Dan sebaliknya banyak pula orang Arab yang diketahui berperangai sangat tercela, yang juga dijadikan sebagai tolak ukur tasybih. Maka orang yang kepayahan diserupakan dengan Baqil[7], orang yang dungu diserupakan dengan Habanaqqah[8], orang pemurung diserupakan dengan Kusa’i[9], orang yang bakhil diserupakan dengan Marid[10], dan orang yang keras kepala diserupakan dengan Hajjaj.[11]













BAB III
KESIMPULAN

1.    Maksud dan tujuan tasybih, diantaranya :
a.       Menunjukkan kemungkinan suatu hal dapat terjadi pada musyabbah.
b.      Penjelasan suatu keadaan, yakni bila musyabbah sebelum menjadi tasybih belum dikenal sifatnya.
c.       Menjelaskan gambaran sesuatu, yakni bila musyabbah sudah diketahui keadaannya secara global, lalu tasybih didatangkan untuk menjelaskan rincian tentang keadaan itu.
d.      Menegaskan keadaan musyabbah, yakni bila sesuatu yang disandarkan pada musyabbah itu membutuhkan penegasan dan penjelasan dengan contoh.
e.       Memperindah sesuatu
f.       Menjelekkan sesuatu
2.    Tasybih Maqlub adalah menjadikan musyabbah sebagai musyabbah bih dengan mendakwakan bahwa titik keserupaannya lebih kuat dari pada musyabbah.
3.    Balaghah Tasybih muncul bilamana tasybih itu membawa kita dari auatu keadaan kepada keadaan baru yang menyerupainya, atau kepada gambaran serupa yang mempunyai nilai lebih. Nilai balaghah tasybih diantaranya dari segi sangat jarangnya dan jauhnya sasaran, serta kadar isinya yang khayali, dan balaghah tasybih dari segi bentuk kalimatnya. Balaghah tasybih dari segi kalimatnya  juga berbeda-beda. Tasybih yang paling rendah tingkat balaghahnya adalah tasybih yang disebutkan seluruh unsurnya, Adapun tasybih yang paling tinggi tingkat balaghahnya adalah tasybih-tasybih baligh.










DAFTAR PUSTAKA

 Ali Al-Jarim & musthafa Usman.  Terjemahan Al-Balaaghatul Wadihah. Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2010




[1] An-Nabighah Adz-Dzubyani adalah seorang penyair Jhiliyyah. Ia dinamai Nabighah karena kejeniusannya dalam bidang syair. Ia dinilai oleh Abdul Malik bin Marwan sebagai seorang Arab yang paling mahir bersyair, dia adalah penyair khusus RajaNu’man ibnul Mundzir. Dahulu, di zaman Jhiliyah, ia mempunyai kemah merah khusus untuknya di pasar tahunan Ukash. Para penyair lainnya berdatangan kepadanya, lalu mereka mendendangkan syair-syairnya untuk ia nilai. Ia wafat sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW.
[2] Abul Hasan Al-Anbari adalah seorang penyair kondang yang hidup di Baghdad. Ia wafat pada tahun 328 H. Ia terkenal dengan ratapannya kepada Abu Thahir bin Baqiyah, patih “Izzud-Daulah”, ketika dihukum mati, lalu tubuhnya disalib. Ratapannya itu merupakan ratapan yang paling jarang mengenai orang yang mati disalib. Hingga Abul Hasan Al-Anbari sendiri memerintahkan agar Izzud-Daulah disalib berharap, seandainya dia sendiri yang disalib, lalu buatkan ratapan tersebut untuknya.
[3] Yang dimaksud dengan ahli bahasa berikutnya adalah orang-orang yang menggunakan bahasa Arab yang lahir setelah periode orang Arab yang bahasanya menjadi pedoman.
[4] Samuel adalah Samuel bin Hayyan Al-Yahudi, terkenal dengan kesetiannya, seorang penyair jahiliyah, wafat pada tahun 62 sebelum hijrah
[5] Umar adalahAmirul Mukmi in Umar bin  Al-Khathbath
[6] Quss adalah Quss bin Sa’idah Al-Iyadi, seorsng juru pidato Qibthi, terkenal sebagai ahlib alagahak dan filsafat.
[7] Seorang laki-laki yang dikenal payah. Suatu ketika ia membeli satu ekor kijang seharga sebelas dirham. Ketika ditanya harganya, maka ia mengacungkan selururuh jari tangannya untuk menujukan sepuluh dirham dan ditambah dengan lidahnya. Maka kijangnya lepas dan lari.
[8] Habanaqqah adalah julukan Abul Wada’at Yazid bin Tsarwan Al-Qaisi.
[9] Kusa’i adalah Ghamid bin Al-Harrts. Ketika ia berburu melepaskan lima anak panahnya dan memanggap tidak satupun mengenai sasaran, maka ia marah dan mematahkan busurnya. Namun, pagi harinya ternya kelima anak panahnya mengenai lima ekor sasarannya. Maka ia menyesali patahnya busur, lalu ia menggigit jari telunjuk nya hingga putus.
[10] Marid adalah julukan Mukkhariq dari Bani Hilal.
[11] Hajjaj adalah Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsafiq, seorang pembantu Abdul Malik bin Marwan dan Al-Walid untuk Irak dan Khurasan. Ia seorang yang kejam lagi sadis. Wafat di Wasith pada Tahun 97 H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar