BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mengenal
Balaghah berarti mengenal kehidupan bangsa Arab serta mengetahui mutu peradaban
dan kemajuan akal orang-orang Arab yang kemudian dilanjutkan oleh Islam. Karena
Balaghah adalah seni keindahan bahasa Arab, sebagaimana juga bangsa lain yang
mempunyai seni keindahan dalam bahasa mereka.
Dalam kesempatan
kali ini, kami akan menyajikan ilmu Balaghah mengenai tasybih, tasybih adala
ilmu yang didalamnya terdapat penjelasan dan perumpamaan. Tasybih merupakan
langkah awal untuk menjelaskan suatu makan dan sarana untuk menjelaskan sifat.
Dengan tasybih, meka kita dapat menambah ketinggian makna dan kejelasannya
serta juga dapat membuat makna tampak lebih indah dan bermutu.
Maka dari itu
kami mebahas tentang tasybih pada makalah ini, agar mahasiswa khususnya dan
umumnya bagi para pembaca mampu mengetahui dan mempunyai pengetahuan tentang
tasybih serta mampu mengetahui dan mempunyai pengetahuan tentang tasybih, dan
dapat mengucapkan ungkapan Bahasa Arab dengan indah.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa maksud dan tujuan tasybih?
2.
Apa itu tasybih
maqlub?
3.
Apa pengaruh balaghah
tasybih bagi orang Arab dan ahli bahasa berikutnya?
C. Tujuan
1.
Mengetahui maksud dan tujuan tasybih.
2.
Mengetahui apa itu tasybih maqlub beserta contohnya.
3.
Mengetahui pengaruh balaghah
tasybih bagi orang Arab dan ahli bahasa berikutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Maksud dan Tujuan Tasybih
a.
Al-Buhturi berkata :
Ia dekat dengan orang-orang yang
membutuhkannya, namun ia jauh dengan orang-orang yang setaraf dengannya dalam
kebajikan dan kemuliaannya. Bagaikan bulan yang sangat tinggi, namun cahayanya
sangat dekat bagi orang-orang yang menempuh perjalanan di malam hari.
Penjelasan :
Dalam kedua bait pertama Al-Buhturi
menyifati orang yang dipujinya, bahwa ia sangat dekat dengan orang-orang yang
membutuhkannya, namun ia sangat tingi kedudukannya, jauh dengan orang-orang
yang setaraf dengannya. Akan tetapi, ketika Al-Buhturi merasa bahwa ia harus
menyifati orang yang dipujinya itu dengan dua sifat yang berlawanan, yakni dekat
dan jauh, maka ia hendak menunjukan bahwa hal itu dapat terjadi dan tiada
kesulitan dalam masalah itu.
Untuk itu, ia menyerupakan orang yang
dipujinya itu dengan bulan yang letaknya jauh dari langit, tetapi cahayanya
sangat dekat kepada orang-orang yang menempuh perjalanan di waktu malam. Hal
ini adalah salah satu tujuan tasybih,
yakni menunjukkan kemungkinan suatu hal dapat terjadi pada musyabbah.
b.
An-Nabighah Adz-Dzubyani[1]
berkata :
Seakan-akan engkau adalah matahari,
sedangkan raja-raja lain adalah bintang-bintangnya. Bila matahari telah terbit,
maka tiada satu bintang pun tampak.
Penjelasan :
An-Nabighah menyerupakan orang yang
dipujinya dengan matahari dan menyerupakan raja-raja lainnya denga
bintang-bintang karena raja yang dipujinya itu mengalahkan semua raja lainnya,
seperti matahari yang menyembunyikan bintang-bintang. Jadi, ia ingin
menjelaskan kondisi raja yang dipuji dan kondisi raja-raja lainnya. Dengan
demikian, penjelasan suatu keadaan
juga merupakan salah satu maksud dan tujuan tasybih.
c.
Al-Mutannabi berkata dalam menyifati seekor
singa :
Kedua mata singa itu bila dalam kegelapan
tidak dapat ditangkap mata kita kecuali disangka sebagai api sekelompok orang
yang mendiami daerah itu.
Penjelasan :
Syair Al-Mutanabbi menjelaskan sifat mata singa dalam kegelapan, ia
tampak merah menyala sehingga orang yang melihatnya dari kejauhan akan
menyangkanya sebagai api yang dinyalakan oleh sekelompok orang yang tengah
bermukim. Seandainya Al-Mutanabbi tidak hendak membuat tasybih, maka ia cukup
berkata, “Sesungguhnya kedua mata singa itu merah”. Namun, karena ia merasa
perlu untuk menghadirkan isi hatinya itu dalam bentuk tasybih, maka ia menjelaskan kadar kebesaran warna merah mata singa
tersebut. Jadi menjelaskan gambaran
sesuatu adalah salah satu maksud dan tujuan tasybih.
d.
Allah SWT berfirman :
Dan berhala-berhala yang mereka sembah
selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatu bagi mereka, melainkan seperti
orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya air itu
sampai ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. (QS
Ar-Ra’d: 14)
Penjelasan :
Adapun firman Allah adalah menjelaskan
keadaan orang yang menyembah berhala yang menyembah tuhan-tuhan mereka yang
tidak dapat memenuhi permintaan mereka, dan do’a mereka itu tidak membawa
faedah bagi diri mereka. Allah ingin menegaskan hal itu agar dapat diresapi
oleh setiap orang, maka dia menyerupakan mereka dengan orang yang membuka kedua
telapak tangannya ke dalam air untuk minum,
maka dengan car demikian air tidak akan sampai ke mulut, melainkan akan jatuh
kembali melalui sela-sela jari tangannya selama telapak dan jarinya terbuka.
Jadi, maksud dan tujuan tasybih dalam ayat di atas untuk menegaskan keadaan musyabbah. Maksud dan tujuan demikian ditempuh
manakala musyabbah merupakan hal yang bersifat abstrak, mengingat sesuatu yang
abstrak sulit dipahami, tidak sebagaimana hal yang konkret. Maka untuk
memudahkan pengertian, diserupakanlah dengan hal yang konkret.
e.
Abul Hasan Al-Anbari [2]
berkata dalam menyifati orang yang disalib :
Uluran tanganmu kepada mereka dengan penuh
penghormatan adalah seperti uluran tangan kepada mereka dengan beberapa
pemberian.
Penjelasan :
Syair Abul Hasan Al-Anbari merupakan
kasidah yang sangat masyhur di dunia sastra Arab. Hal ini tiada lain karena
menyatakan kebagusan sesuatu yang disepakati oleh seluruh manusia sebagai
sesuatu yang jelek dan mengerikan, yakni penyaliban. Ia menyerupakan uluran
tangan orang yang disalib ke tiang salib dikelilingi oleh sekelompok manusia
dengan uluran tangannya untuk memberikan sesuatu kepada para peminta-minta
ketika hidup. Maksud dan tujuan tasybih
dalam syair ini adalah memperindah
sesuatu. Tujuan tasybih yang
demikian sering ditampakkan dalam bentuk pujian, ratapan, keagungan, dan untuk
mengundang rasa belas kasihan.
f.
Seorang Arab Badui berkata dalam mencela
istrinya:
Ia membuka mulutnya, sebaiknya ia tidak
pernah lahir. Bila engkau melihat mulutnya itu, maka engkau akan menduganya
sebagai satu pintu neraka yang terbuka.
Penjelasan :
Pada bait terakhir, penyair menyifati istrinya yang sedang marah dan
menyakitkan, sehingga ia menyesalkan keberadaannya, dan untuk itu ia berkata laa kaanat (sebaiknya ia tidak pernah
lahir). Ia menyerupakan mulut istrinya itu ketika terbuka menghamburkan
kemarahannya dengan salah satu pintu neraka. Maksud dan tujuan tasybih dalam
syair ini adalah menjelekkan sesuatu.
Kebanyakan maksud dan tujuan demikian dipakai untuk mengejek dan menggambarkan
hal-hal yang tidak disukai
Dari
contoh dan penjelasan dia atas, dapat kita simpulkan bahwa tasybih mempunyai
beberapa maksud dan tujuan, diantaranya :
a.
Menunjukkan kemungkinan suatu hal dapat terjadi
pada musyabbah.
b.
Penjelasan suatu keadaan, yakni bila musyabbah sebelum menjadi tasybih belum dikenal sifatnya.
c.
Menjelaskan gambaran sesuatu, yakni bila musyabbah sudah diketahui keadaannya
secara global, lalu tasybih didatangkan untuk menjelaskan rincian tentang
keadaan itu.
d.
Menegaskan keadaan musyabbah, yakni bila sesuatu
yang disandarkan pada musyabbah itu
membutuhkan penegasan dan penjelasan dengan contoh.
e.
Memperindah sesuatu
f.
Menjelekkan sesuatu
B. Tasybih Maqlub (Penyerupaan yang Terbalik)
1. Pengertian
Tasybih Maqlub adalah menjadikan musyabbah sebagai musyabbah bih dengan mendakwakan bahwa titik keserupaannya lebih
kuat dari pada musyabbah.
2. Contoh-contoh
a.
Muhammad bin Wuhaib Al-Himyari berkata:
Pagi telah muncul,
seakan-akan gebyarnya adalah wajah khalifah ketika dipuji.
Penjelasan:
Al-Himyari menyatakan bahwa
cemerlangnya gebyar pagi itu menyerupai wajah khalifah ketika mendengar pujian
dan sanjungan untuknya. Dari pernyataan ini dapat kita ketahui bahwa tasybih yang dibuat oleh Al-Himyari
keluar dari gambaran yang ada di hati kita, yakni bahwa selamanya sesuatu yang
diserupakan kepada yang lain yang lebih kuat dalam titik keserupaannya.
Yang sering terdengar adalah bahwa wajah
khalifah menyerupai gebyar pagi, sedangkan Al-Himyari menyatakan sebaliknya
dengan maksud untuk berlebih-lebihan dan habis-habisan mendakwakan bahwa wajah syibeh lebih kuat pada musyabbah. Tasybih demikian merupakan salah
satu keunggulan seni dan keindahan bahasa.
b.
Al-Buhturi berkata:
Seakan-akan cahaya awan di sore hari sampai
menjelang pagi itu adalah senyuman Isa ketika mengucapkan janji.
Penjelasan:
Al-Buhturi menyerupakan cahaya awan yang
terus-menerus memantul sepanjang malam dengan senyuman orang yang dipujinya
ketika menjanjikan pemberian. Padahal sudah pasti bahwa pantulan cahaya awan
itu lebih kuat daripada pantulan cahaya senyuman. Dan yang biasa orang Arab
dengar adalah senyuman diserupakan dengan pantulan cahaya awan, sebagaimana
kebiasaan para penyair. Akan tetapi, Al-Buhturi menyatakan tasybih yang sebaliknya.
c. Latihan
Contoh soal:
a. Seakan-akan angin yang lembut itu adalah
akhlaknya.
b. Seakan-akan kejernihan air itu adalah
perangainya.
c. Seakan-akan terangnya siang itu adalah
pelipisnya.
d. Seakan-akan hamparan bumi yang menghijau itu
adalah kebagusan perjalanan hidupnya
Contoh penyelesaian:
No.
|
Musabbah
|
Musyabbah Bih
|
Wajah Syibeh
|
Jenis Tasybih
|
1.
2.
3.
4.
|
Angin lembut
Air
Terangnya siang hari
Terbentangnya bumi yang menghijau
|
Akhlak-nya
Perangainya
Wajahnya
Kebagusan perjalanan hidupnya
|
Kelembutan
Kejernihan
Bercahaya
Jejak yang indah
|
Maqlub
Maqlub
Maqlub
Maqlub
|
C. Balaghah Tasybih dan Sebagian Pengaruhnya
bagi Orang Arab dan Ahli Bahasa Berikutnya [3]
Balaghah
Tasybih muncul bilamana tasybih itu membawa kita dari auatu keadaan kepada
keadaan baru yang menyerupainya, atau kepada gambaran serupa yang mempunyai
nilai lebih. Bila perpindahan gambaran itu jauh dan jarang terlintas di hati,
atau disertai sedikit atau banyak khayalan, maka tasybihnya akan semakin indah dan mengagumkan.
Bila kau
katakan si Fulan menyerupai Zaid dalam ketinggian badannya, atau bumi itu
menyerupai bola dalam bentuknya, atau kepulauan Inggris itu menyerupai negara
Jepang, maka tasybih-tasybih ini
tidak mempunyai nilai balaghah karena
keserupaannya jelas dan tidak membutuhkan kesungguhan, kecerdikan, dan keahlian
sastra untuk memahaminya, juga karena tidak mengandung daya khayal.
Tasybih yang demikian digunakan sebagai
metode penjelasan dan mempermudah pemahaman tentang sesuatu. Dan tasybih ini sangat banyak digunakan
dalam berbagai disiplin ilmu dan seni.
Namun, bila
kita memperhatikan syair Al-Ma’arri berikut dalam menyifati sebuah bintang,
maka akan kita temukan keindahan tasybih-nya:
Bintang itu dalam
kemerahannya mempercepat kerlipan cahayanya, sebagaimana orang yang dalam
puncak kemarahannya mempercepat kedipan dan lirikan matanya.
Karena penyerupaan kedipan bintang dengan
kemerahan cahayanya terhadap kecepatan kedipan dan lirikan mata orang yang
marah adalah suatu penyerupaan yang sangat jarang terjadi dan tidak akan dibuat
kecuali oleh seorang sastrawan.
Contoh lain adalah syair berikut:
Seakan-akan
bintang-bintang itu antara kegelapan malam itu adalah beberapa sunah yang
bersinar terang menerangi perbuatan bid’ah.
Keindahan tasybih ini berada pada anggapan kita
akan pengetahuan dan kecerdikan penyair dalam menyusun tasybih antara dua keadaan yang tidak pernah terlintas dalam hati
adanya keserupaan itu, yakni keserupaan keadaan bintang-bintang dalam kegelapan
malam dengan keadaan sunah-sunah agama yang sahih yang menyebar terpisah-pisah
di antara bid’ah-bid’ah yang baru. Tasybih
di atas memiliki daya tarik lain, yakni bahwa penyair mengkhayalkan bahwa
sunah-sunah itu bercahaya dengan terang, sedangkan bid’ah itu gelap gulita.
Diantara tasybih yang paling indah adalah
pernyataan Al-Mutannabi berikut:
Binasalah
diriku jika alu tidak berhenti di tempat-tempat bekas kekasihku itu,
sebagaimana seseorang yang bakhil berdiri menyesali kehilangan cincinnya di
tanah.
Al-Mutanabbi
mendoakan dirinya akan binasa bila ia tidak berhenti untuk mengenang
nostalgianya bersama para penghuni reruntuhan itu di masa silam. Kemudian
menggambarkan keadaannya ketika berhenti untuk mengenang nostalgia, maka ia
berkata: “Sebagaimana orang yang bakhil berdiri menyesali kehilangan cincinnya
di tanah.” Tiada seorang pun yang berkemampuan menggambarkan kepadamu keadaan
orang yang bingung, susuah, sedih, dan harus berpindah dari satu tempat ke
tempat lain dengan menundukan kepadanya seperti keadaan orang bakhil kehilangan
cincinnya yang mahal.
Demikian
nilai balaghah tasybih dari segi
sangat jarangnya dan jauhnya sasaran, serta kadar isinya yang khayali. Adapun balaghah tasybih dari segi bentuk
kalimatnya juga berbeda-beda. Tasybih
yang paling rendah tingkat balaghahnya adalah tasybih yang disebutkan seluruh unsurnya, karena balaghah tasybih terletak padadakwaan
bahwa musyabbah adalah musyabbah bih itu sendiri, sedangkan keberadaan
adat tasybih dan wajah syibeh akan menghalangi dakwaan lain. Maka bila dibuang
adat-nya atau sejumlah wajah syibehnya,
tingkat balaghahnya akan meningkat
karena dengan dibuangnya salah satu unsur tersebut akan sedikit memperkuat
dakwaan kesatuan musyabbah dengan musyabbah bih. Adapun tasybih yang paling tinggi tingkat balaghahnya adalah tasybih-tasybih baligh. (lihat kembali pembagian tasybih) karena tasybih baligh dibuat
atas dasar dakwaan bahwa musyabbah dan musyabbah
bih itu hal yang satu.
Telah
menjadi tradisi orang Arab, setelah mereka menyerupakan orang-orang yang
dermawan dengan laut dan huajn. Orang yang pemberani diserupakan dengan singa,
wajah yang bagus diserupakan dengan matahari dan bulan, orang yang cerdik
cendekia dalam menangani segala urusan diserupakan dengan pedang, kedudukan
yang tinggi diserupakan dengan bintang, orang penyantun dan teguh pendiriannya
diserupakan dengan gunung, harapan-harapan palsu duserupakan dengan mimpi,
wajah yang bercahaya diserupakan dengan dinar rambut yang hitam pekat
diserupakan dengan malam, air yang bening diserupakan dengan perak, malam
diserupakan dengan ombak laut, pasukan tentara diserupakan dengan laut yang
pasang, kuda diserupakan dengan angin dan kilat, bintang diserupakan dengan
mutiara dan bunga, gigi diserupakan dengan salju dan mutiara, perahu
diserupakan dengan gunung, anak-anak sungai diserupakan dengan ular yang
melingkar, uban diserupakan dengan siang dan kilauan pedang, bulu putih di dahi
kuda diserupakan dengan bulan sabit, penakut diserupakan dengan burung unta dan
lalat, orang yang tercela diserupakan dengan musang, orang yang membabi buta
diserupakan dengan laron yang mengerumuni cahaya lampu, orang yang hina
diserupakan dengan patok, orang yang keras hati diserupakan dengan besi dan batu,
orang yang bodoh diserupakan dengan himar, dan orang yang bakhil diserupakan
dengan bumi yang tandus.
Banyak tokoh
Arab yang dikenal dengan kepribadian yang terpuji, hingga mereka dijadikan tolak ukur dalam penyerupaan
sifat-sifat. Oleh karena itu, orang yang tepat janji diserupkan dengsn Samuel [4],
orang yang dermawan diserupakan dengan Hatim, orang yang adil diserupakan
dengan Umar[5], orang yang penyantun
diserupana dengan Al-Ahnaf, orang yang fasih diserupakan dengan Sahban, orang yang jago pidato diserupakan dengan
Quss[6]”,
orang yang pemberani diserupakan dengan “Amr ibnu Ma’dikariba”, orang yang
bijak diserupakan diseputak Luqman, dan orang yang cerdas diserupakan dengan
Luqman, dan orang yang cerdas diserupakan dengan Ilyas.
Dan sebaliknya banyak pula orang
Arab yang diketahui berperangai sangat tercela, yang juga dijadikan sebagai
tolak ukur tasybih. Maka orang yang
kepayahan diserupakan dengan Baqil[7],
orang yang dungu diserupakan dengan Habanaqqah[8],
orang pemurung diserupakan dengan Kusa’i[9],
orang yang bakhil diserupakan dengan Marid[10],
dan orang yang keras kepala diserupakan dengan Hajjaj.[11]
BAB III
KESIMPULAN
1.
Maksud dan tujuan tasybih, diantaranya :
a.
Menunjukkan kemungkinan suatu hal dapat terjadi
pada musyabbah.
b.
Penjelasan suatu keadaan, yakni bila musyabbah sebelum menjadi tasybih belum dikenal sifatnya.
c.
Menjelaskan gambaran sesuatu, yakni bila musyabbah sudah diketahui keadaannya
secara global, lalu tasybih didatangkan untuk menjelaskan rincian tentang
keadaan itu.
d.
Menegaskan keadaan musyabbah, yakni bila sesuatu
yang disandarkan pada musyabbah itu
membutuhkan penegasan dan penjelasan dengan contoh.
e.
Memperindah sesuatu
f.
Menjelekkan sesuatu
2.
Tasybih
Maqlub adalah menjadikan musyabbah
sebagai musyabbah bih dengan
mendakwakan bahwa titik keserupaannya lebih kuat dari pada musyabbah.
3. Balaghah Tasybih muncul bilamana tasybih
itu membawa kita dari auatu keadaan kepada keadaan baru yang menyerupainya,
atau kepada gambaran serupa yang mempunyai nilai lebih. Nilai balaghah tasybih diantaranya dari segi sangat
jarangnya dan jauhnya sasaran, serta kadar isinya yang khayali, dan balaghah tasybih dari segi bentuk kalimatnya. Balaghah tasybih dari segi
kalimatnya juga berbeda-beda. Tasybih
yang paling rendah tingkat balaghahnya adalah tasybih yang disebutkan seluruh unsurnya, Adapun tasybih yang paling tinggi tingkat balaghahnya adalah tasybih-tasybih baligh.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Al-Jarim
& musthafa Usman. Terjemahan
Al-Balaaghatul Wadihah. Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2010
[1]
An-Nabighah Adz-Dzubyani adalah seorang penyair Jhiliyyah. Ia dinamai Nabighah
karena kejeniusannya dalam bidang syair. Ia dinilai oleh Abdul Malik bin Marwan
sebagai seorang Arab yang paling mahir bersyair, dia adalah penyair khusus
RajaNu’man ibnul Mundzir. Dahulu, di zaman Jhiliyah, ia mempunyai kemah merah
khusus untuknya di pasar tahunan Ukash. Para penyair lainnya berdatangan
kepadanya, lalu mereka mendendangkan syair-syairnya untuk ia nilai. Ia wafat
sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW.
[2]
Abul Hasan Al-Anbari adalah seorang penyair kondang yang hidup di Baghdad. Ia
wafat pada tahun 328 H. Ia terkenal dengan ratapannya kepada Abu Thahir bin
Baqiyah, patih “Izzud-Daulah”, ketika dihukum mati, lalu tubuhnya disalib.
Ratapannya itu merupakan ratapan yang paling jarang mengenai orang yang mati
disalib. Hingga Abul Hasan Al-Anbari sendiri memerintahkan agar Izzud-Daulah
disalib berharap, seandainya dia sendiri yang disalib, lalu buatkan ratapan
tersebut untuknya.
[3]
Yang dimaksud dengan ahli bahasa berikutnya adalah orang-orang yang menggunakan
bahasa Arab yang lahir setelah periode orang Arab yang bahasanya menjadi
pedoman.
[4]
Samuel adalah Samuel bin Hayyan Al-Yahudi, terkenal dengan kesetiannya, seorang
penyair jahiliyah, wafat pada tahun 62 sebelum hijrah
[5] Umar adalahAmirul Mukmi in
Umar bin Al-Khathbath
[6]
Quss adalah Quss bin Sa’idah Al-Iyadi, seorsng juru pidato Qibthi, terkenal
sebagai ahlib alagahak dan filsafat.
[7]
Seorang laki-laki yang dikenal payah. Suatu ketika ia membeli satu ekor kijang
seharga sebelas dirham. Ketika ditanya harganya, maka ia mengacungkan selururuh
jari tangannya untuk menujukan sepuluh dirham dan ditambah dengan lidahnya.
Maka kijangnya lepas dan lari.
[8] Habanaqqah adalah julukan
Abul Wada’at Yazid bin Tsarwan Al-Qaisi.
[9]
Kusa’i adalah Ghamid bin Al-Harrts. Ketika ia berburu melepaskan lima anak panahnya
dan memanggap tidak satupun mengenai sasaran, maka ia marah dan mematahkan
busurnya. Namun, pagi harinya ternya kelima anak panahnya mengenai lima ekor
sasarannya. Maka ia menyesali patahnya busur, lalu ia menggigit jari telunjuk
nya hingga putus.
[10]
Marid adalah julukan Mukkhariq dari Bani Hilal.
[11]
Hajjaj adalah Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsafiq, seorang pembantu Abdul Malik bin
Marwan dan Al-Walid untuk Irak dan Khurasan. Ia seorang yang kejam lagi sadis.
Wafat di Wasith pada Tahun 97 H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar